DOEA DJAGO SILAT DI DJAVA
Oleh : LIOK AN DJIEN
Penerbit : BOEKHANDEL HO KIM YOE, SEMARANG - BATAVIA
Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Louw_Djing_TieOleh : LIOK AN DJIEN
Penerbit : BOEKHANDEL HO KIM YOE, SEMARANG - BATAVIA
Louw Djing Tie adalah seorang pendekar legendaris dalam dunia
persilatan, baik di Tiongkok maupun di Indonesia, yang merupakan salah
satu tokoh utama pembawa beladiri kungfu dari Tiongkok ke Indonesia. Di
dunia persilatan, Louw Djing Tie mendapatkan julukan Garuda Emas dari
Siauw Liem Pay.[1]
Louw Djing Tie yang lahir pada tahun 1855,
merupakan anak nomor dua dari tiga bersaudara.[2] Kakaknya bernama Djing
Lian dan adiknya yang perempuan bernama Djing Hiang. Sejak kecil Djing
Tie sudah terkenal sebagai anak nakal, namun ia sangat mencintai orang
tuanya. Djing Tie memiliki perangai yang keras dan berani, hampir setiap
hari ia terlibat perkelahian dengan anak-anak lain. Pada waktu Djing
Tie berumur 9 tahun ia mendapat luka di dahinya, yang terus membekas
hingga ia dewasa.
Ada satu kejadian di mana Djing Tie untuk
pertama kalinya menyaksikan kepandaian seorang ahli kungfu. Di kota Hay
Ting ada seorang biksu pengembara yang dikenal dengan Thi Tjeng (Biksu
Besi). Biksu ini memiliki tenaga yang sangat kuat, ia selalu berkeliling
kota sambil mengemis dengan paksa dan mengancam. Semua orang di kota
Hay Ting tak ada yang berani menghentikan kelakuan biksu bejat ini
karena takut dicelakai olehnya. Djing Tie yang telah mengetahui
kejahatan biksu bejat itu suatu ketika bepapasan dengan Thi Tjeng di
sebuah jalan. Jiwa kepahlawanan Djing Tie timbul melihat orang jahat
tersebut, ia pun mengambil sebuah batu dan menimpuk kepala Thi Tjeng
yang botak. Timpukan itu mengenai penutup kepala Thi Tjeng, hingga
menjadi miring. Namun Thi Tjeng berpikir bahwa hal itu tidak disengaja,
makanya ia pun terus berjalan sambil memukul bokhe (peralatan
sembahyang).
Louw Djing Tie pun segera menimpuk untuk kedua
kalinya dan kali ini membuat penutup kepala Thi Tjeng hampir jatuh. Thi
Tjeng pun mulai menyadari bahwa timpukan itu merupakan perbuatan yang
disengaja. Saat Thi Tjeng masih mengomel, Djing Tie kembali menimpuknya
dan kali ini benar-benar membuat penutup kepala Thi Tjeng jatuh ke
tanah. Thi Tjeng menjadi sangat marah, dengan segera ia melompat dan
mengejar ke arah Djing Tie sambil mengancam akan membunuhnya. Djing Tie
pun dengan segera melarikan diri, tetapi karena ia terburu-buru, Djing
Tie memasuki sebuah jalan buntu. Djing Tie pun tak kehilangan akal ia
segera memasuki sebuah warung yang berada di jalan buntu tersebut. Di
warung tersebut Djing Tie bertemu dengan lelaki tua yang merupakan
tukang masak tahu di warung tersebut. Kepada orang tua ini Djing Tie
menceritakan kejadian yang ia alami dengan singkat dan memohon agar ia
diperbolehkan bersembunyi di tempat tersebut. Orang tua itu pun
memperbolehkannya masuk ke ruang belakang sambil tersenyum.
Saat
Djing Tie masuk ke ruang belakang, si biksu Thi Tjeng pun tiba di depan
warung tahu tersebut. Biksu itu pun langsung menduga bahwa Djing Tie
berada di dalam warung tersebut dan langsung menegur si orang tua. Orang
tua itu mengaku sebagai kakek dari Djing Tie dan memohon agar biksu itu
dapat memaafkan kenakalan cucunya tersebut. Si biksu Thi Tjeng malah
menjadi marah, ia mengancam jika si kakek tidak mengeluarkan cucunya
maka ia akan memukul kepala si orang tua. Mendengar ancaman itu si kakek
tidak menjadi gentar malahan menjawab bahwa tidak akan semudah itu
memukul dirinya. Thi Tjeng pun menjadi sangat murka, ia langsung
menyerang si orang tua dengan segenap tenaga. Tanpa diduga si orang tua
langsung mendahului serangan Thi Tjeng dengan pukulan lima jari. Si
biksu Thi Tjeng pun mundur terhuyung-huyung dan langsung melarikan diri
karena ternyata ilmu si orang tua lebih tinggi dari dirinya.
Kejadian tersebut disaksikan oleh Djing Tie yang mengintip dari ruang
belakang. Ia pun menjadi terkejut dan kagum luar biasa dengan kemampuan
si orang tua tersebut. Setelah itu si orang tua pun menasehati Djing Tie
bahwa perbuatannya dapat mencelakai dirinya sendiri. Kejadian itu
membuat Djing Tie menyadari kesalahannya, ia pun berubah menjadi lebih
pendiam. Sejak saat itu pun Djing Tie mulai giat berlatih kungfu di
salah satu perguruan di desanya. Tetapi baru setahun Djing Tie menekuni
beladiri, kedua orang tuanya mendadak meninggal secara beruntun.
Kemalangan ini membuat Djing Tie harus pindah dan tinggal pada
saudaranya di tempat lain. Keluarga ini sangat miskin, sehingga Djing
Tie tidak dapat melanjutkan pelajaran kungfu dan harus bekerja demi
sesuap nasi.
Namun saat Djing Lian saudara tua Djing Tie kembali
dari perjalanannya, ia pun segera membawa Djing Tie dan Djing Hiang ke
tempat lain. Djing Lian pun akhirnya mengirim Djing Tie untuk belajar
ilmu beladiri di biara Shaolin di Song Shan. Di sinilah Louw Djing Tie
memperoleh banyak kepandaian dalam bertarung dan meramu obat-obatan.
Dari biara Shaolin, Djing Tie mengusahakan kebun peninggalan orang
tuanya, sesekali ia juga mengajarkan kepandaian kungfu pada adiknya,
Djing Hiang.
Suatu ketika seekor binatang peliharaan milik Djing
Tie diganggu oleh seekor harimau, hal ini sering terjadi di daerah
perkampungan pada saat itu. Namun hal itu membuat Djing Tie ingin
menjaga keamanan para penduduk. Pada suatu malam dengan menggunakan
umpan seekor anak kambing, Djing Tie berniat menghajar harimau tersebut.
Harimau itu pun baru muncul pada malam ke sembilan dan Djing segera
menyerang dengan sebilah pisau. Tusukan pertama lolos karena harimau itu
menghindar dengan cepat. Tapi tusukan kedua segera disarangkan ke tubuh
harimau tersebut hingga binatang itu meraung keras dan segera berbalik
menerkam Djing Tie. Tanpa ragu Djing Tie tidak menghindari terkaman
tersebut, malah saat harimau itu menerkam ia membarengi dengan tusukan
ke arah leher binatang buas itu. Tanpa ada perlawanan lagi harimau besar
itu langsung roboh ke tanah. Peristiwa ini membuat kegemparan di daerah
tersebut dan melambungkan nama Louw Djing Tie.
Beberapa hari
setelah berhasil membunuh harimau, Djing Tie melakukan perjalanan ke
bukit Kouw Shan. Di sana ia berniat untuk melanjutkan pelajaran kungfu
pada seorang pendeta bernama Biauw Tjin yang merupakan seorang guru
lulusan dari Shaolin juga. Pada suhu Biauw Tjin, Louw Djing Tie
mempelajari ilmu tenaga dalam dan tenaga luar. Ia pun berlatih
menggunakan berbagai macam senjata rahasia seperti jarum besi dan uang
logam. Djing Tie berlatih kungfu selama enam tahun di bukit Kouw Shan
hingga sang guru pergi mengembara kembali. Namun sebelum berpisah sang
guru memberi saran untuk Djing Tie supaya melanjutkan pelajarannya pada
temannya yang bernama Kang Too Soe.
Dengan segera Djing Tie pergi
menemui Kang Too Soe. Pada guru ketiganya ini Djing Tie mempelajari
ilmu menyumpit dan totok jalan darah. Selain itu Djing Tie juga
memperdalam teknik mengalirkan Chi (tenaga murni) ke seluruh bagian
tubuh dan juga ilmu pengobatan yang berhubungan dengan tulang. Setelah
tujuh tahun belajar di bawah bimbingan pendeta Kang Too Soe, Djing Tie
pun pergi ke kota Hok Ciu, provinsi Hok Kian, dan mendirikan
perguruannya sendiri. Murid Djing Tie pun kian bertambah banyak, salah
satu yang menjadi murid pandai di perguruan ini adalah Djing Hiang adik
perempuannya sendiri, yang dikatakan sangat lihai ilmunya.
Suatu
hari pemerintah daerah setempat mengadakan sebuah seleksi guru kungfu
untuk dijadikan pelatih tentara setempat. Dalam seleksi tersebut Djing
Tie termasuk salah seorang peserta dari banyak jago-jago kungfu di
daerah tersebut. Wakil dari pemerintah adalah seorang guru kungfu dari
daerah Shan Tung. Guru kungfu dari Shan Tung itu ternyata cukup hebat,
hingga lima orang lawan masih dapat ia kalahkan dengan mudah. Sampailah
pada giliran seorang kawan Djing Tie yang bernama Lie Wan untuk naik ke
atas panggung pertarungan. Kali ini pertarungan berjalan seimbang,
penonton yang hadir pun sangat menikmati pertunjukan ilmu kungfu
keduanya.
Tapi Lie Wan nampaknya tidak sabaran, ia ingin
menyelesaikan pertarungan ini dengan cepat. Maka di satu kesempatan ia
menggunakan teknik berbahaya dengan menghantamkan kedua tangannya ke
tubuh si guru kungfu. Dengan cepat guru kungfu itu menghindari serangan
Lie Wan dan ia pun siap untuk menyerang. Djing Tie yang melihat serangan
berbahaya tersebut dengan segera naik ke atas panggung dan menendang
kemaluan si guru kungfu hingga mengalami cedera fatal. Djing Tie segera
menyadari bahwa tindakannya telah melanggar hukum, maka ia dan Lie Wan
pun segera melarikan diri dari tempat tersebut.
Djing Tie sadar
bahwa kesalahannya ini sangatlah fatal dan bisa membuat dirinya dihukum
berat. Untuk itulah ia pun bertekad untuk pergi keluar dari negeri
China, sementara Lie Wan pergi menetap di Amoy dan menjadi seorang
tabib. Djing Tie pun pergi ke Singapura. Di Singapura, Djing Tie tinggal
di sebuah toko obat dan mengajar kungfu kepada para pegawai toko. Tak
berapa lama Djing Tie tinggal di Singapura, ia pun berniat untuk
mengembara ke pulau Jawa. Maka Djing Tie pun berangkat menuju pulau Jawa
dan mendarat di Batavia (Jakarta). Di tempat barunya Djing Tie mencoba
berjualan, namun karena kurang berhasil ia pun pindah ke Semarang, lalu
kemudian ke Kendal. Di kota kecil ini Djing Tie berjualan ikan asin di
pasar dan perlahan-lahan orang mulai mengenal kepandaian Djing Tie
karena ia sering mengobati orang salah urat atau luka terpukul.
Suatu hari hari ada seorang kenalannya yang tinggal di Ambarawa
mengajaknya pindah ke Ambarawa, dan membuka sebuah perguruan kungfu
dengan diam-diam. Karena pada masa itu mempelajari ilmu beladiri masih
dianggap terlarang oleh pemerintah. Murid-murid yang belajar di
perguruan itu mulai bertambah banyak, dan nama Djing Tie sebagai guru
kungfu mulai dikenal orang. Di tempat ini Djing Tie juga sering
mengobati orang yang terkilir atau luka terpukul.
Suatu ketika
saat Djing Tie berkunjung ke toko obat kenalannya ia melihat dua orang
serdadu yang tengah mabuk minuman membuat keonaran di warung, di depan
toko obat kenalannya. Djing Tie yang kasihan dengan pemilik warung
tersebut, maju dan mengcengkeram lengan kedua serdadu tersebut dan
menariknya keluar. Kedua serdadu itu memberontak, namun cengkeraman
Djing Tie begitu kuat dan tak bisa dilepas. Setelah di luar Djing Tie
menegur dan mengusir mereka. Kedua serdadu yang mabuk itu pergi dengan
sempoyongan sambil terus mengomel.
Keesokan harinya kedua serdadu
itu mendatangi warung itu kembali dan menanyakan Djing Tie pada si
pemilik warung. Karena terus diancam si pemilik warung memberitahu bahwa
Djing Tie sering berada di toko obat kenalannya. Dua serdadu itu pun
segera mendatangi toko obat kenalannya Djing Tie dan menemukan Djing Tie
sedang duduk santai di depan toko. Kedua serdadu itu segera menghampiri
Djing Tie dan mencekal kedua lengannya dengan kuat serta menariknya
untuk menjatuhkannya dari tempat duduknya. Tapi perbuatan itu sama
sekali tak berarti, Djing Tie tetap tak bergeser dari tempat duduknya.
Merasa usahanya menjatuhkan Djing Tie gagal, keduanya mulai memukul.
Jika Djing Tie mau dengan sekali gebrakan dua orang serdadu itu akan
terpental jauh. Namun Djing Tie tak mau membuat mereka malu, maka ia
hanya menangkis saja.
Beberapa kali pukulan mereka ditangkis oleh
lengan Djing Tie membuat lengan mereka terasa sakit. Mereka pun agak
heran melihat Djing Tie masih duduk di tempatnya semula. Kedua orang itu
pun berlari ke jalan dan mengambil batu untuk menimpuki Djing Tie.
Timpukan batu secara beruntun itu dengan mudah dapat dihalau oleh Djing
Tie yang masih dalam keadaan duduk. Kenyataan itu membuat kedua serdadu
tersebut malah makin mendongkol. Mereka lalu mengambil dua batang bambu
dan mencoba mengeroyok Djing Tie. Ketika kedua batang bambu tersebut
terayun ke arahnya, Djing Tie dengan cekatan menangkap ujung kedua
batang bambu tersebut. Kemudian dengan kuat dan cepat ia menarik, lalu
mendorong kedua batang bambu tersebut sehingga kedua orang serdadu
tersebut terpental ke tengah jalan. Dengan segera keduanya bangkit dan
melarikan diri sambil mengancam. Orang banyak yang menyaksikan kejadian
itu dapat mengukur kemampuan Louw Djing Tie yang sangat tinggi.
Keesokan harinya saat Djing Tie masih berada di rumahnya, seorang
tetangganya yang menyampaikan bahwa belasan serdadu sedang menghancurkan
toko obat tempat Djing Tie biasa bersantai di sore hari. Sewaktu sampai
di toko obat tersebut, belasan serdadu tersebut langsung mengepung
Djing Tie, dua orang di antaranya adalah dua serdadu yang dipermalukan
Djing Tie kemarin. Belasan serdadu ini masing-masing ada yang memegang
golok, pentungan besi dan senjata lainnya. Dengan segera mereka
menyerang Djing Tie dengan ganas, namun Djing Tie telah bergerak dengan
cepat dan merebut sebuah tongkat besi dari tangan salah seorang
penyerangnya. Dengan tongkat tersebut Djing Tie menghadapi semua
penyerangnya, ia memukuli lengan para penyerangnya agar kehilangan
tenaga untuk menyerang kembali. Tanpa berlama-lama para serdadu tersebut
lari tunggang langgang menghadapi kehebatan kungfu Djing Tie. Beberapa
serdadu yang keras kepala untuk terus menyerang, bahkan dibuat terkapar
di tanah.
Kedua serdadu tersebut ternyata masih memiliki dendam.
Kali ini mereka berniat untuk mencelakai Louw Djing Tie dengan serangan
mendadak. Beberapa hari setelah kejadian pengeroyokan tersebut, Djing
Tie pergi untuk menemui seorang kenalannya yang tinggal di samping
pasar. Waktu itu kira-kira jam delapan malam dan Djing Tie melewati
jalan dengan pepohonan besar di kanan dan kirinya. Saat Djing Tie
melewati salah satu pohon, seorang serdadu menyerang dari belakang
dengan sebuah botol. Tapi dengan nalurinya yang tajam, Djing Tie
bergerak menangkap tangan si penyerang dan mendorongnya hingga terjatuh
ke tanah. Setelah itu dari arah pohon yang lain muncul kawan si
penyerang yang menikam Djing Tie dengan sebuah pisau. Dengan sigap Djing
Tie menggeser tubuhnya dan menangkap tangan si penyerang tersebut.
Berbarengan dengan itu, penyerang yang ketiga telah maju ke arah Djing
Tie. Dengan segera Djing Tie memutar kepalanya sehingga kuncir rambutnya
menghantam wajah si penyerang ketiga bagaikan pecut.
Mengetahui
serangannya gagal, tiga orang tersebut langsung melarikan diri
meninggalkan Djing Tie sendirian. Kejadian itu membuat para serdadu
tersebut sadar bahwa orang yang mereka incar bukanlah orang sembarangan.
Sejak hari itu para serdadu tersebut tidak pernah lagi mencari
gara-gara untuk membuat keributan. Kelihaian ilmu kungfu Louw Djing Tie
memang sudah sangat terkenal, begitu juga dengan ilmu pengobatannya.
Tapi satu lagi keahlian Djing Tie yang jarang diketahui orang adalah ia
pandai bermain sulap. Bahkan dalam suatu peristiwa, Djing Tie pernah
menolong anak perempuan seorang penjual mie yang akan diperas oleh
seorang hartawan bejat, dengan menggunakan ilmu sulapnya. Louw Djing Tie
memang terkenal orang yang sangat ringan tangan dalam menolong
sesamanya.
Saat Louw Djing Tie tinggal di Parakan, ia mendapat
sambutan yang baik dari masyarakat sekitar. Namun seorang guru kungfu
setempat yang bernama The Soei merasa ingin menguji kehebatan Djing Tie.
The Soei adalah seorang ahli kungfu yang sangat kuat, ia memiliki tubuh
yang tinggi besar. Setiap ia berlatih kungfu di halaman rumah, air
dalam vas bunga pun dapat bergoncang karena kekuatannya. The Soei pun
mengajukan tantangan untuk mengadu ilmu dengan Djing Tie. Maka pada
suatu sore Djing Tie pun bersedia melakukan pertandingan dengan The
Soei, dengan disaksikan para sahabatnya di Parakan. Pertandingan
tersebut dilangsungkan dengan menggunakan kuas china yang diberi kapur
pada ujungnya. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari cedera pada
kedua petarung tersebut.
Kedua ahli kungfu tersebut mulai saling
menyerang dengan sangat cepat, tusuk menusuk pun terus bergantian.
Beberapa waktu kemudian Djing Tie mulai dapat mendesak The Soei,
beberapa kali Djing Tie berhasil mengenai daerah berbahaya tubuh The
Soei dengan ujung kuasnya. Tapi Djing Tie ingin menjaga harga diri The
Soei, jika ia mau mungkin tubuh The Soei akan penuh dengan totolan kapur
dari kuas Djing Tie. Tapi dengan sengaja Djing Tie mengalah dengan
membiarkan The Soei menotolkan kuasnya ke tubuh Djing Tie. The Soei pun
lambat laun mengetahui kelihaian ilmu kungfu Djing Tie, ia pun menjadi
kagum dengan kerendahan hati Djing Tie. Pertandingan hari itu pun
dinyatakan seimbang, namun The Soei yang mengetahui keadaan sesungguhnya
menjadi sangat hormat pada kehebatan Louw Djing Tie.
Di usia
tuanya Louw Djing Tie memiliki banyak murid yang menjadikan ilmu kungfu
menjadi lestari hingga saat ini. Perguruannya menjadi sangat terkenal
dan ia pun tidak pernah bosan melatih para muridnya dengan sangat baik.
Louw Djing Tie meninggal pada usia 66 tahun pada tahun 1921.[3] Tetapi
nama Louw Djing Tie dikenang sampai sekarang dan juga perguruannya
terkenal di seluruh Jawa dengan nama Perguruan Kungfu Garuda Emas
Semarang.